“…aku yang salah karena mengandalkan manusia. Awalnya aku galau dan gak bisa terima. Tapi aku belajar dari semuanya. Ini ‘salib’ yang harus kupikul, ini ‘ladang’ yang harus kukerjakan. Puji Tuhan, masih Tuhan kasih ‘ladang’ untuk dikerjakan..”
Begitu sepenggal curhatan seorang kawan, kemarin malam.. Bukan tentang cinta, bukan tentang pekerjaan atau materi. Mari kita sederhanakan saja, ini tentang harapan, tentang nurani, tentang sikap, tentang prinsip hidup. Mengerjakan dulu ‘bagian’ kita semampunya, lalu membiarkan Tuhan yang menyempurnakan sisanya.
Sebuah bisikan sayup menyela di hatiku, “Lantas, bagaimana dengan ‘salib’mu? Adakah kau pikul itu selama ini atau kau geletakkan begitu saja, enggan kau sentuh??”
*termenung*
Thanks share’nya.. 🙂 #merenungkan..
LikeLike
Salibkan dia!!! Salibkan dia!!! kata orang Farisi
LikeLike
Ih aku ngga mksd share loh pdhl, cm iseng aja 😀
LikeLike
Ssstttt.. yg lagi patah hati dilarang komen!!
LikeLike
Wah NDUT PESEK uda berani nglarang! Ssstttt
LikeLike
Waaah, minta dicakar nih!
Jgn bawa2 fisik ya, tolong.. Bisa kan ncung?!
LikeLike
Wah baik amat nih. Udah dielus pakai parut, masih aja mau dicakar. Aku sedih 😦
#ngikik
LikeLike
Muka loe sih ron, muka minta dianiaya. Jgn salahin naluri gw muncul. Akakakaaa..
LikeLike
Oh jd loe lebih milih ngikut naluri daripada memikul salib??! *cukup tau*
LikeLike